BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran secara harfiah berarti “bacaan yang mencapai puncak
kesempurnaan”. Al-Quran Al-Karim berarti bacaan yang maha sempurna dan maha
mulia. Kemahamuliaan dan kemahasempurnaan “Bacaan” ini agaknya tidak hanya
dapat dipahami oleh pakar, tetapi juga oleh semua orang yang menggunakan
sedikit pikiranya.
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang denganya oleh umat
islam dijadikan pedoman hidup. Di dalamnya terkandung banyak pelajaran. Mulai
dari urusan tauhid hingga urusan sosial budaya. Dalam kehidupan sehari hari
manusia khususnya umat muslim tidak lepas dari nilai nilai sosial budaya yang
ada. Sehingga dalam bersikap,mereka harus bertutur kata yang sopan dan
berperilaku yang santun. Terlebih lagi kepada mereka yang mempelajari dan
mengajarkan Al-Qur’an. Apapun yang terlihat dari dirinya adalah gambaran sejauh
mana implementasinya dalam belajar dan mengajarkan Al-Qur’an dalam kehidupan
sehari hari.
Di Era sekarang ini, banyak pondok
pesantren yang menggembor-nggemborkan
program menghafal Al-Qur’an dalam tempo waktu yang relative singkat.
Sehingga santri atau siswa tak jarang hanya fokus pada proses penghafalan dan
kurang memperhatikan adab serta sopan santun dalam proses pembelajaran Al-Qur’an
termasuk dalam hal ini adalah menghafal Al qur’an. Terkait
tema yang kami angkat, timbul pertanyaan,
1.
Apa
saja etika-etika dalam membaca Al-Qur’an?
2.
Apa
fadhilah atau keutamaan membaca Al-Qur’an?
Dalam
makalah yang kami susun ini,akan dijelaskan beberapa tentang adab dan
fadhilah/keutamaan dalam belajar dan mengajarkan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Etika
dalam Membaca Al-Qur’an
Dalam mempelajari Al-Qur’an termasuk disini adalah membaca Al-Qur’an
diperlukan etika. Etika disini bertujuan untuk
menghormati kemuliaan Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam. Beretika
dalam mempelajari Al-Qur’an sangat mempengaruhi perkambangan pribadi seseorang yang mempelajarinya. Karena
pada hakikatnya manusia diperbudak dengan kebiasaan. Dalam makalah ini kami
akan memaparkan beberapa etika dalam membaca Al-Qur’an menurut sebagian ulama.
Menurut
Imam Nawawi dalam kitab karanganya at-Tibyan fi ‘uluumil Qur’an ,
etika dalam membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.
Membaca seolah-olah
qori’ berhadapan dengan Allah, karena sesungguhnya meskipun Qori’ tidak melihat Allah, sesungguhnya Allah
melihatnya.
2.
Bersiwak;
ketika seseorang akan membaca Al-Qur’an hendaknya ia membersihkan mulutnya
dengan siwak dan semacamnya.
3.
Dalam keadaan
suci; ketika mulut sang Qori’ terdapat najis sebab darah atau yang lain, maka
membaca Al-Qur’an hukumnya makruh baginya selama ia belum membersihkan darah
tersebut atau mulutnya.
4.
Disunnahkan memilih tempat yang bersih dan mulia,seperti
masjid,mushola atau majlis ta’lim. Namun demikian masjid lebih utama,karena ia
memiliki atau memenuhi kriteria bersih,mulia bahkan ada keutamaan lain yang
tidak dimiliki oleh tempat yang lain,yaitu I’tikaf dan sholat sunah tahiyatul
masjid.
5.
Menghadap kiblat.
Tentunya ketika bacaan tersebut dibaca diluar sholat. Selain itu membaca
Al-Qur’an adalah sebuah kegiatan yang mulia,sehingga dengan menghadap ke kiblat
ketika membaca Al-Qur’an akan menambah kesempurnaanya.
6.
Membaca Ta’awudz.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an,
فاذا قرأت القران فاستعذ با الله من الشيطان الجيمز
Jadi, ketika hendak membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan untuk
mengawali dengan membaca Ta’awudz.
7.
Sebaiknya
membaca Basmalah pada setiap surat kecuali surat Baraaah. Selayaknya menjaga basmallah disetiap
awal surat kecuali surat at-Taubah. Mayoritas ulama berpendapat bahwa basmallah
merupakan satu ayat khusus yang ditulis dimushaf dan ayat ini ditulis di semua
awal surat kecuali surat at-Taubah.
8.
Khusyu’ dan
mentadabburi ayat yang dibaca. Dalam membaca Al-Qur’an hendaknya kita membaca
dengan khusyu’ dan berusaha mentadabburinya sehingga Al-Qur’an yang
dibaca mempunyai pengaruh bagi pembacanya.
Menurut
Syekh Jalaludin Abdur Rahman as-Suyuti, dalam kitab karanganya al-Itqon
fi ‘Ulum al-Qur’an , etika
yang harus diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an antara lain:
1.
Berwudhu. Wudhu
merupakan syarat sah seseorang ketika hendak menyentuh atau membawa Al-Qur’an. Suci
dari hadas besar dan hadas kecil. Juga bebas dari segala najis, karena yang
heendak dibaca adlah kalam Allah bukan perkatan manusia.
2.
Memilih tempat
yang bersih. Tidak seluruh tempat sesuai untuk membaca Al-Qur’an. Hendaknya
memilih tempat yang bersih dan suci seperti masjid,mushola,rumah dan
tempat-tempat yang pantas untuk membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan kalam
yang suci sehingga sangat relevan jika pembaca memilih tempat yang pantas untuk
membacanya.
3.
Duduk dengan khusyu’
seraya menghadap kiblat. Pembaca Al-Qur’an disunahkan menghadap kiblat secara
khusuk,tenang dan menundukkan kepala.
4.
Membaca ta’awudz.
Disunahkan membaca ta’awusz terlebih dahulu sebelum membaca Al-Qur’an.
Seperti yang tersebut dalam halaman tiga poin enam. Hanya membaca Al-Qur’an
saja yang diperintahkan membaca ta’awudz,selain itu tidak perlu.
5.
Memperindah suara.
Al-qur’an adalah hiasan bagi suara. Sehingga membaca Al-Qur’an dengan suara
indah akan lebih mengena dihati. Rasulullah SAW. Bersabda :
زينوا
القرأن باصواتكم
“ hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu “(HR.Ibnu Hibban)
6.
Terdapat hadist
yang menyunahkan membaca dengan suara keras, dan terdapat hadist lain yang
memperbolehkan membaca pelan. Para ulama telah mengkompromikan kedua hadis
tersebut. Perlahan lahan lebih baik bagi orang yang dikhawatirkan akan pamer
atau bukan karena Allah,namun jika tidak dikhawatirkan hal tersebut,maka
membaca dengan suara nyaring atau keras diperbolehkan.
7.
Lebih afdol
membaca Al-Quran dengan melihat dari pada membaca dengan menghafal. Dengan
melihat,hafalan kita akan menjadi lebih kuat secara otomatis,karena mata kita
akan lebih sering melihat ayat-ayat Al-Qur’an.
8.
Hendaknya tidak
memotong bacaan Al-Quran dengan
pembicaraan lain. Sebagaimana keterangan diatas bahwa Al-Qur’an adalah kalam
Allah. Sehingga hendaknya tidak memotong bacaan Al-Qur’an dengan pembicaraan
lain,apalagi sambil tertawa dan bersenda gurau.
9.
Tidak
diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan Ajm
10. Tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan Syadz. Syadz
atau tidaknya sebuah bacaan,ditentukan oleh tiga hal, sesuai dengan salah satu
rasm mushaf usmani, memiliki riwayat yang mutawatir, berbahasa arab. Bacaan
yang memenuhi ketiga syarat tersebut, merupakan bacaan yang bisa diterima.
Adapun bacaan yang tidak memenuhi sebagian atau keseluruhan rukun ini maka ia
dihukumi bacaan yang syadz dan tidak terima.
11. Membaca Al-Qur’an sesuai urutan mushaf. Membaca secara urut dan
tidak melompat-lompat sesuai dengan urutan mushaf yang ada.
12. Disunnahkan mendengarkan bacaan Al-Qur’an dan meninggalkan hal hal
yang kurang bermanfaat ketika mendengarkanya.
13. Disunnahkan sujud ketika mendengar ayat sajadah. Tentunya ini
berkaitan dengan ruang dan waktu. Jika memungkinkan maka sunah untuk melakukan
sujud,jika tidak memungkinkan maka tidak mengapa jika meninggalkanya.
14. Membaca Al-Qur’an pada waktu-waktu tertentu sebagaimana pendapat
imam nawawi, seperti dalam shalat, separuh malam akhir, waktu antara maghrib
dan isya’, setelah shalat subuh.
15. Disunnahkan membaca takbir setelah selesai membaca surat ad-Dhuha dan
tiap tiap surat setelah ad-Dhuha hingga an-Nas. Sebagaimana tradisi dalam
lingkungan kita.
16. Disunnahkan melanjutkan dengan bacaan yang baru setelah selesai
satu khataman.
B.
Keutamaan membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah salah satu kitab dari sekian kitab para nabi yang
bagi para pembacanya akan mendapatkan pahala meskipun tidak mengetahui maksud
dan arti dari ayat yang dibaca. Meski demikian membaca Al-Qur’an juga dapat
memberi kebaikan pada diri pembaca dan itu juga merupakan salah satu dari
kemukjizatan Al-Qur’an. Beberapa keutamaan membaca Al-Qur’an menurut beberapa
ulama.
Menurut imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin
keutamaan dalam membaca Al-Qur’an antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Melakukan
paling afdholnya ibadah sebagaimana Hadist Rasul : afdolnya ibadah umatku
adalah membaca Al-Quran
2.
Menjadi manusia
terbaik sebagaimana Hadist Rasul : Sebaik-baik manusia adalah yang belajar Al-Quran
dan mengajarkanya
رواه البخاري خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
3.
Menjadi bagian
dari keluarga Allah sebagaimana Hadist Rasul : Ahli Al-Qura’n adalah ahli Allah
dan orang orang khususnya
4.
Membuat Qori’
lebih dekat kepada Allah. Dalam sebuah Atsar, ahmad bin hambali bercerita, “saya
melihat Allah di dalam mimpi, dan saya berkata, perkara apa yang paling afdol
untuk mendekatkan diri kepadamu? , Allah berkata : Dengan kalamku hai ahmad,
aku berkata, hai tuhanku dengan kepahaman atau tanpa kepahaman? , Allah
menjawab : Dengan faham atau tanpa kepahaman”.
Menurut imam Bukhori keutamaan dalam memebaca Al-Qur’an dalam kitrab Shohih Bukhori
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Hadist rasul :
عَن ابنِ عُمَرَ رَضي اللٌهُ عَنهاَ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ
صَلٌي اللٌهُ عَلَيهِ وَ سَلٌم لآحَسَدَ ألآ فيِ اثنَتَينِ رَجُلُ اتَاهُ اللٌهُ
القُرانَ فَهُو يَقُومُ بِه انَأءَ اللًيلِ وَانَأءَ النَهَارِ وَرَجُلُ اعطَاهُ مَالآ فَهُوَ يُنفق مِنهُ انَأءَ
الٌلَيِل وَانَأءَ النٌهَار
((رواه البخارى
ومسلم والترمذى والنسائى وأبن ماجه
“jangan iri kecuali kepada
dua orang, seseorang yang kepadanya Allah mengajarkan Al-Quran dan ia
membacanya siang malam dan tetangganya yang mendengarkanya berkata, ‘seandainya
diberikan kepadaku apa yang diberikan
pada si fulan, maka aku akan melakukan apa yang dilakukan si fulan; dan
seseorang yang kepadanya Allah memberikan kekayaan dan ia membelanjakanya
dengan adil dan benar, sehingga orang yang melihatnya berkata, ‘‘seandainya
diberikan kepadaku apa yang diberikan
pada si fulan, maka aku akan melakukan apa yang dilakukan si fulan’ “
2.
Menjadikan pembacanya yang mahir bersama malaikat pencatat
yang mulia,dan menjadikan pembaca yang terbata-bata mendapat dua pahala. عَن عَائِشَةَ رَضي اللٌهُ عَنهاَ قَالَتُ:قَالَ
رَسُولُ اللٌهِ صَلٌي اللٌهُ عَلَيهِ وَ سَلٌم الَماهر باِلقُرانِ مَعَ السَفَرَةَ
الكِرَامِ الَبَرَرَةِ وَاٌلَذِي يَقُراٌ القُرانَ
وَيَتَتَعتَعُ فِيه وَهُوَ عَلَيهِ شَاقٌ لَه اَجَران(رواه البخارى ومسلم وابو
داوود والترمذى)
Dari Aisyah r.h.a berkata bahwa
Rasulullah saw.bersabda , “Orang yang ahli dalam al Qur’an akan berada bersama
malaikat pencatat yang mulia lagi benar, dan orang terbata-bata membaca al
Qur’an sedang ia bersusah payah (mempelajarinya), maka baginya pahala dua
kali.” (Hr. bukhari, Nasa’I, Muslim, Abu Daud, Tarmidzi, dan ibnu Majah)
3.
Dalam sebuah
hadis diceritakan.
عَن اَبي مُوُسى رَضي اللٌهُ عَنهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ
صَلٌي اللٌهُ عَلَيهِ وَ سَلٌم مَثَلُ المُومِنِ اٌلَذِي يَقَراُ القُرانَ مَثَلُ
الآترُجَةِ رِيحُهَا طيِبُ وَطَعمُهَا طَيِبُ وَمَثَلُ الموُمِنِ اٌلَذِي
لآيَقرَاٌ القُرانَ كَمَثَلِ التَمرَة لآريَح لَهَا وَطَعمُهَا حُلوٌ وَمَثَلُ
المُنَافِقِ اٌلَذِي يَقرَأ القُرانَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيْحُهَا طَيّبٌ وَطَعْمُهَا
مُرُّ وَمَثَلُ المُنَافق اّلذِي لا يَقْرَأُ القُرْانَ كَمَثِلِ الحَنُظلَةِ
لَيسَ لَهَا رِيحُ وطعمها مُرُّ. (رواه البخارى ومسلم والنسائي وابن ماجة)
Dari Abu Musa r.a. berkata bahwa Rasulullah
saw. Bersabda, “perumpamaan orang mu’min yang membaca al Qur’an adalah seperti
jeruk manis yang baunya harum dan rasanya manis. Perumpamaan orang mu’min yang
tidak membaca al Qur’an adalah seperti kurma, tidak berbau harum tetapi rasanya
manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca al Qur’an adalah seperti bunga,
baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak
membaca al Qur’an seumpama buah pare, tidak berbau harum dan rasanya pahit.” (Hr. Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)
BAB III
KESIMPULAN
Demikian adalah beberapa
etika dan keutamaan dalam mempelajari dan membaca Al-Qur’an. Begitu tinggi
kemuliaan Al-Qur’an hingga dari etika membacanya pun di atur. Semua itu semata
mata hanya untuk memuliakan Al Qur’an sebagai kitab sekaligus pedoman hidup
umat muslim bahkan umat manusia.
Membaca Al-Qur’an memanglah
bukan sebuah kewajiban umat islam,namun bagaimana mungkin umat islam
menjadikanya sebuah pedoman hidup jika mereka tidak melakukan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan hanya
membacanya saja dapat memberikan manfaat dan keutamaan-keutamaan yang banyak
kepada para pembacanya. Akan tetapi pembelajaran Al-Qur’an tidaklah cukup pada
pembacaanya belaka,untuk dapat memahami dengan benar dan baik umat muslim
haruslah lebih giat lagi dalam mengkaji dan memahami Al-Qur’an agar sempurna
fungsi Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia.
Demikian makalah ini kami
buat. Tentunya masih banyak hal-hal yang perlu dikoreksi untuk kedepanya.
Kritik dan saran pendukung sangat berharga bagi kami untuk pembalajaran di masa
depan.
DAFTAR PUSTAKA
An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syarf ad-Din, at-Tibyan fi
Adaabi Hamalah al-Qur’an, Damaskus:
Dar al-Bayan, 1985
Aas-Suyuti,Jalaludin
Abdur rahman, al-Itqon fi ‘Ulum al-Qur’an, Dar Nahr an-Nil
Zabadi, Majd ad-Din Alfayruz, Bashoir Dzawi at-Tamyiz fi Lathooifi al-Kitaab al-‘Aziz, Kairo,Lajnah
Ihya at-Turats al-Islami, 1996
Shihab,M. Quraish, lentera al-qur’an, Bandung: Mizan, 2008
M.
Quraish Shihab,lentera al-qur’an,(Bandung: Mizan, 2008), hal. 21
Abu
Zakariya Yahya bin Syarf ad-Din an-Nawawi asy-Syafi’i , at-Tibyan fi Adaabi
Hamalah al-Qur’an, ( Damaskus: Dar al-Bayan, 1985), hal. 57
Jalaludin
Abdur rahman as-Suyuti, al-Itqon fi ‘Ulum al-Qur’an, (Dar Nahr an-Nyl tt),
hal. 105
Majdu
ad-Din Alfayruz Zabadi, Bashoir Dzawi at-Tamyiz fi Lathooifi al-Kitaab al-‘Aziz, (Kairo,Lajnah
Ihya at-Turats al-Islami, 1996) , jilid 1, cet. III, hal. 59